Powered By Blogger

Rabu, 10 Agustus 2016

ARSITEKTUR RUMAH GADANG

Rumah tempat tinggal Minangkabau disebut sebagai Rumah Gadang (Rumah Besar/Rumah Buranjang). Dikatakan Gadang (besar) bukan karena fisiknya yang besar melainkan karena fungsinya selain sebagai tempat kediaman keluarga, Rumah Gadang merupakan perlambang kehadiran satu kaum dalam satu nagari, serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan seperti tempat bermufakat keluarga kaum dan melaksanakan upacara. Bahkan sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit.



Sumber : http:/ Arsitektur nusantara.com

Arsitektur nusantara berusaha membuat tinjauan dalam perspektif ilmu arsitektur dengan obyek (salah satunya) adalah arsitektur tradisional/folk architecture/arsitektur vernakular. Antropologi, post kolonialisme, dan arsitektur tradisional adalah wilayah pengetahuan descriptive (penjelasan) bukan prescriptive (resep untuk mendesain). Arsitektur nusantara tidak membatasi geografis, arsitektur nusantara merupakan perubahan cara pandang (Dinapradipta, 2006).
Arsitektur nusantara menempatkan arsitektur tradisional bukan sebagai bendanya tetapi sebagai cara pandang arsitektur tradisional dari sisi pengetahuan arsitektur (Dinapradipta,2006). Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai Arsitektur Nusantara Minangkabau yang dilihat dari sisi pengetahuan arsitektur bukan pengetahuan antropologi.
Dalam hal ini yang dibahas adalah arsitektur rumah tinggal masyarakat Minangkabau. Masyarakat Minangkabau berlokasi di Sumatra Barat, sebagian daerah pesisir Barat Sumatra Utara, sebagian daerah propinsi Riau bagian barat, dan sebagian daerah propinsi Jambi bagian Selatan Barat. Dari cakupan wilayah yang didiami oleh Bangsa Minangkabau tersebut, bisa dikatakan bahwa Bangsa Minangkabau menempati wilayah yang luas dan menyebar dari daratan sampai ke pesisir.Tapi asal Bangsa Minangkabau adalah dari daratan.
Karena itulah maka Arsitektur Nusantara Minangkabau bisa dikatakan sebagai arsitektur nusantara daratan. Ditinjau dari bentuk, ukuran, serta gaya pemerintahan Kelarasan 2   dan Gaya Luhak 3, Rumah Gadang mempunyai nama yang beraneka ragam. Menurut Gaya Kelarasan aliran Koto Piliang, bentuk Rumah Gadangnya diberi nama Garudo Tabang 4, karena di kedua ujung rumah diberi beranjang (gonjong)5. Sedangkan Rumah Gadang dari Kelarasan Bodi Caniago lazimnya disebut Garudo Menyusukan Anak 6. Bangunan tidak beranjung atau berserambi pada bagian kiri dan kanan bangunan, tetapi pada bagian ujung kiri dan kanan di bawah gonjong diberi beratap (emper) yang merupakan sayap burung yang sedang mengerami anaknya. Jika menurut Gaya Luhak, masing-masing Luhak mepunyai gaya dan namanya sendiri. Rumah Gadang yang merupakan kepunyaan dari Kaum Penghulu Pucuk di Luhak Tanah Datar dinamakan Gajah.

KARAKTERISTIK DAN STRUKTUR RUMAH TRADISIONAL MINANGKABAU

Secara garis besar adat minangkabau terbagi atas 2 keselaran yaitu laras (lareh) Bodi Chaniago dan lareh Koto Piliang,dimana  lareh Bodi Chaniago dipimpin oleh datuk Perpatih Nan Sabatang sedangkan lareh Koto Piliang dipimpin oleh datuk Katumanggungan.Tidak hanya kepemimpinan yang berbeda tetapi juga bentuk rumah gadang dari kedua lareh ini pun ikut berbeda




Karakteristik Rumah Gadang
Struktur rumah tradisional yang terdiri dari kayu meiliki kemampuan untuk meredam getaran dan guncangan secara efektif, fleksibel dan juga stabil. Kolom rumah memiliki ikatan antara balok kayu dengan sistem pasak sehingga tidak memerlukan paku untuk menghubungkan balok-balok kayu. Teknik pasak pada sambungan kayu membuat kayu dapat bergerak bebas seperti engsel pada jarak tertentu sehingga pada saat terjadi gempa balok-balok kayu tidak patah.


Struktur Pondasi dan Kolom
Rumah gadang merupakan rumah tradisional dengan bentukan panggung dimana pondasi rumah tidak ditanam dalam tanah tetapi diekspos pada permukaan tanah dengan cara menumpukan tiang kolom pada sebuah batu atau yang kita sebut pondasi umpak.Jarak lantai rumah dengan lantai luar sekitar 1-2 meter sehingga diperlukan tangga sebagai akses masuk rumah. gudang luar untuk menyimpan peralatan bercocok tanam ataupun kayu-kayu bakar.
Sistem Struktur Atap
Konstruksi atap rumah gadang menggunakan balok-balok pengikat 
tiang,diatasnya disusun gording gording yang lengkung mengikuti bentuk atap rumah gadang lalu dipasang reng banmbu yang diikat menggunakan rotan . Sistem ikatan pada struktur atap dan juga sambungan kayu yang tidak kaku membuat rumah gadang lebih fleksibel dan memiliki toleransi tinggi terhadap gempabumi

 sumber : arsitekturminangkabau.com
ASAL USUL KEBUDAYAAN MINANGKABAU

Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari Luhak Nan Tigo, yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.[2] Saat ini wilayah budaya Minangkabau meliputi Sumatera Barat, bagian barat Riau (Kampar, Kuantan Singingi, Rokan Hulu), pesisir barat Sumatera Utara (Natal, Sorkam, Sibolga, dan Barus), bagian barat Jambi (Kerinci, Bungo), bagian utara Bengkulu (Mukomuko), bagian barat daya Aceh (Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tenggara), hingga Negeri Sembilan di Malaysia.
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha.Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.

Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837.Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai).Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai.(Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran).
Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat. Rumah Gadang Luhak Agam merupakan kepunyaan Kaum Penghulu Andiko (yang memerintah) dinamakan Serambi Papek (Serambi Pepat) yang bentuknya bagai dipepat pada bagian kedua ujung bangunannya.Sedangkan modelnya adalah Rumah Gadang di bawah gonjong pada kedua ujungnya diberi ber emper dengan atap, karena Luhak tersebut menganut Kelarasan Bodi Coniago.
Rumah Gadang Luhak Limopuluh Koto disebut dengan Rajo Babandiang9 yang bentuknya seperti rumah di Luhak Tanah Datar yang tidak mempunyai dan memakai Anjuang pada kedua ujung bangunan atau tidak mempunyai lantai yang ditinggikan pada kedua ujung bangunannya.
BUDAYA MASYARAKAT MINANGKABAU DALAM MEMBANGUN RUMAH
sumber : arsitekturminangkabau.com
 


BUDAYA MASYARAKAT MINANGKABAU
DALAM MEMBANGUN RUMAH

TUO ( Musyawarah )
Langkah atau tahap pertama dari proses membangun adalah proses pertapakan, yaitu proses di mana sebuah tapak ditetapkan, termasuk di sini adalah penetapan tempat-tempat yang akan diperuntukkan bagi berdirinya bangunan-bangunan (Prijotomo, 1995). Hal pertama dari penentuan tapak adalah mendefinisikan area of ground.Maksud dari area of ground adalah identifikasi tipe-tipe tempat.Bisa saja tempat itu sempit, atau bisa juga sangat luas. Bukan hanya butuh bentuk yang persegi empat, tapi juga yang lain (Unwin, 1997). Dengan mengidentifikasi tempat terlebih dahulu, maka akan dapat ditentukan mana tempat yang sesuai untuk suatu bangunan, sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam pembangunan nantinya.
Dilihat dari segi kepentingan satu-satu dan kepentingan tidak rusaknya adat. Misalnya ketentuan adat mengatakan bahwa mendirikan Rumah Gadang pada suatu tempat tertentu atau komunitas tertentu memiliki peraturan yang berbeda dengan tempat dan komunitas lain dalam menentukan bentuk dan ukuran serta gonjong Rumah Gadang tersebut. Rumah Gadang bergonjong empat dan selebihnya, hanya boleh didirikan pada perkampungan yang berstatus Nagari atau pusat Nagari atau komunitas yang disebut dengan Koto. Di perkampungan yang lebih kecil seperti Dusun 10  atau yang lainnya hanya boleh mendirikan Rumah Gadang yang bergonjong dua. Sedangkan pada komunitas yang disebut dengan Taratak 11  tidak boleh didirikan rumah yang bergonjong.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar